Kamis, 05 Desember 2013

Mengenal Suku Dayak Bidayuh dari Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat

Mengenal Suku Dayak Bidayuh dari Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat


Bertemu Suku Dayak Bidayuh di 
Pekan Budaya Dayak Nasional TaHUN 2013
Jakarta (27/4/13)
Pekan Budaya Dayak tahun 2013, yang sedianya dibuka langsung oleh Presiden Republik Indonesia, akhirnya hanya diwakili oleh Wakil Presiden, Budiono, sebuah contoh kecil, bahwa Presiden SBY memang tidak melirik Kalimantan sebagai sebuah potensi yang luar biasa dalam pembangunan republik ini ataukah presiden memang tidak serius membangun Kalimantan? Ah, tak perlu dipersoalkan, mungkin sudah seperti itu pemimpin republik ini.
bersama salah satu warga dayak bidayuh dari bengkayang, kalimantan barat_dalam pekan budaya dayak nasional 2013
Kembali pada Pekan Budaya Dayak Nasional, sebuah berkah luar biasa adalah ketika bisa menemukenali ragam khas Suku Dayak yang tersebar di seantero tanah Borneo.

Menikmati suguhan pentas budaya ditengah metropolis Jakarta menjadi sebuah barang langkah, apalagi menikmati secara hampir lengkap kehadiran eksotisme khas Suku Dayak dari 5 provinsi yang ada di Kalimantan pada sebuah tempat yang sama adalah hal luar biasa.
perempuan dayak bidayuh, beda dan unik_dalam pekan budaya dayak nasional 2013
Kali ini, secara tidak disengaja, aku bertemu langsung dengan salah satu anak suku Dayak yang berasal dari sebuah kabupaten jauh di Kalimantan Barat sana, sebuah anak suku yang sebelumnya hanya bisa dibaca dari ragam referensi hasil tulisan atau buku-buku bacaan yang sempat kutemukan.
Sebuah eksotisme lain dari suku anak negeri, ternyata memberi warna tersendiri dalam Pekan Budaya Dayak kali ini. Bukan ragam warna yang kutemukan, apalagi hiasan bulu burung langkah pada mahkotanya, tetapi ketertarikanku justru jatuh pada kedua orang perempuan setengah baya yang duduk pada sebuah standa dari sebuah kabupaten bernama Bengkayang.
bapak ledjie taq, kepala adat wehea desa nehas liah bing, bersama warga suku dayak bidayuh, bengkayang, kalbar_dalam pekan budaya dayak nasional 2013
Sedikit berbeda dengan subsub suku Dayak lainnya, pakaian tradisional mereka sangatlah sederhana, dan uniknya, unsur warna merah sangat kuat dalam tampilannya, entahlah, apakah warna tersebut mengandung makna khusus bagi mereka.
Tangan dan kaki kedua perempuan setengah baya itu terbalut gelang melingkar seperti menjadi satu bagian dengan betis kaki serta lengan bawah mereka. Berbeda tetapi sangat unik.
laki-laki dayak bidayuh dalam pekan budaya dayak nasional 2013
Sementara itu, para lelakinya juga terlihat sangat khas, dengan rantai kalung berhias taring hewan tertentu, mereka terlihat sangat berbeda dibandingkan dengan tampilan khas sub suku Dayak lainnya yang hadir dalam Pekan Budaya Dayak tersebut. Sebuah suguhan unik, dan tentunya luar biasa, karena kutemukan itu bukan di Bengkayang, pada sebuah desa dimana mereka berdiam, tetapi di ibukota republik ini, yang sebenarnya justru telah turut memberi andil ketidakadilan mereka.
marta wehea (kiri) bersama mbak rini (kanan) bersama suku dayak bidayuh dalam pekan budaya dayak nasional 2013
Melihat mereka, terbersit sebuah keingintahuan untuk lebih mengenal siapa mereka. Menurut ketua rombongan mereka, yang juga adalah salah satu anggota DPRD di Kabupaten Bengkayang, mereka berasal dari Suku Dayak Bidayuh, yang merupakan salah satu anak suku Dayak yang tersebar di Kalimantan Barat.
Bidayuh menurut ragam sumber, berasal dari kata Doyoh yang artinya bukit. Sebaran Suku Dayak Bidayuh pada saat ini di sekitar Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
laki-laki dayak bidayuh dalam pekan budaya dayak nasional 2013
Hal unik lainnya dari Suku Dayak Bidayuh adalah pada rumah adatnya. Ketika kita mengenal rumah panjang atau rumah betang atau lamin, masyarakat Suku Dayak Bidayuh mengenal rumah adat Balug, yaitu sebuah rumah panggung yang berbentuk bulat yang selalu digunakan sebagai tempat untuk mengadakan ritual Nyobeng, yaitu sebuah ritual untuk memandikan tengkorak manusia hasil mengayau nenek moyang mereka, dan ritual tersebut biasa dilaksanakan pada pertengahan bulan Juni setiap tahunnya.
Wilayah Suku Dayak Bidayuh berada pada beranda depan negeri ini, tetapi melihat mereka, serta penjelasan dari sang kepala rombongan, menunjukan bahwa perhatian pemerintah pusat terhadap wilayah perbatasan termasuk kepada masyarakat adat Suku Dayak Bidayuh sangatlah rendah.
saya bersama dengan laki-laki dayak bidayuh dalam pekan budaya dayak nasional 2013
Perbedaan mencolok sangat terlihat jelas ketika membandingkan sesama saudara mereka dari sub suku Dayak lainnya yang berada di negeri jiran, dan perbedaan-perbedaan tersebut telah berlangsung sangat lama, sehingga dengan kehadiran rombongan dari Suku Dayak Bidayuh, yang hadir langsung dalam Pekan Budaya Dayak Nasional tersebut dapat membuka mata siapa saja, bahwa eksistensi masyarakat adat Dayak Bidayuh juga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, termasuk mendorong pembangunan di wilayah mereka yang juga merupakan beranda terdepan negeri ini tanpa menghilangkan kearifan tradisional yang mereka miliki secara turun temurun.
Semoga suatu saat dapat bertemu kembali dengan mereka, walau hanya untuk sekedar ngobrol tentunya dengan waktu yang lebih banyak………..

1 komentar: