Mengenal Suku Dayak Bidayuh dari Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat
Bertemu
Suku Dayak Bidayuh di
Pekan Budaya Dayak Nasional TaHUN 2013
Jakarta
(27/4/13)
Pekan
Budaya Dayak tahun 2013, yang sedianya dibuka langsung oleh Presiden Republik
Indonesia, akhirnya hanya diwakili oleh Wakil Presiden, Budiono, sebuah contoh
kecil, bahwa Presiden SBY memang tidak melirik Kalimantan sebagai sebuah
potensi yang luar biasa dalam pembangunan republik ini ataukah presiden memang
tidak serius membangun Kalimantan? Ah, tak perlu dipersoalkan, mungkin sudah
seperti itu pemimpin republik ini.
![]() |
bersama salah satu warga dayak bidayuh dari bengkayang, kalimantan barat_dalam pekan budaya dayak nasional 2013 |
Menikmati
suguhan pentas budaya ditengah metropolis Jakarta menjadi sebuah barang
langkah, apalagi menikmati secara hampir lengkap kehadiran eksotisme khas Suku
Dayak dari 5 provinsi yang ada di Kalimantan pada sebuah tempat yang sama
adalah hal luar biasa.
Kali
ini, secara tidak disengaja, aku bertemu langsung dengan salah satu anak suku
Dayak yang berasal dari sebuah kabupaten jauh di Kalimantan Barat sana, sebuah
anak suku yang sebelumnya hanya bisa dibaca dari ragam referensi hasil tulisan
atau buku-buku bacaan yang sempat kutemukan.
Sebuah
eksotisme lain dari suku anak negeri, ternyata memberi warna tersendiri dalam Pekan
Budaya Dayak kali ini. Bukan ragam warna yang kutemukan, apalagi hiasan bulu
burung langkah pada mahkotanya, tetapi ketertarikanku justru jatuh pada kedua
orang perempuan setengah baya yang duduk pada sebuah standa dari sebuah
kabupaten bernama Bengkayang.
![]() |
bapak ledjie taq, kepala adat wehea desa nehas liah bing, bersama warga suku dayak bidayuh, bengkayang, kalbar_dalam pekan budaya dayak nasional 2013 |
Tangan
dan kaki kedua perempuan setengah baya itu terbalut gelang melingkar seperti
menjadi satu bagian dengan betis kaki serta lengan bawah mereka. Berbeda tetapi
sangat unik.
Sementara
itu, para lelakinya juga terlihat sangat khas, dengan rantai kalung berhias
taring hewan tertentu, mereka terlihat sangat berbeda dibandingkan dengan
tampilan khas sub suku Dayak lainnya yang hadir dalam Pekan Budaya Dayak
tersebut. Sebuah suguhan unik, dan tentunya luar biasa, karena kutemukan itu
bukan di Bengkayang, pada sebuah desa dimana mereka berdiam, tetapi di ibukota republik
ini, yang sebenarnya justru telah turut memberi andil ketidakadilan mereka.
![]() |
marta wehea (kiri) bersama mbak rini (kanan) bersama suku dayak bidayuh dalam pekan budaya dayak nasional 2013 |
Bidayuh
menurut ragam sumber, berasal dari kata Doyoh yang artinya bukit. Sebaran Suku
Dayak Bidayuh pada saat ini di sekitar Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan
Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Hal
unik lainnya dari Suku Dayak Bidayuh adalah pada rumah adatnya. Ketika kita
mengenal rumah panjang atau rumah betang atau lamin, masyarakat Suku Dayak
Bidayuh mengenal rumah adat Balug, yaitu sebuah rumah panggung yang berbentuk
bulat yang selalu digunakan sebagai tempat untuk mengadakan ritual Nyobeng,
yaitu sebuah ritual untuk memandikan tengkorak manusia hasil mengayau nenek
moyang mereka, dan ritual tersebut biasa dilaksanakan pada pertengahan bulan
Juni setiap tahunnya.
Wilayah
Suku Dayak Bidayuh berada pada beranda depan negeri ini, tetapi melihat mereka,
serta penjelasan dari sang kepala rombongan, menunjukan bahwa perhatian
pemerintah pusat terhadap wilayah perbatasan termasuk kepada masyarakat adat
Suku Dayak Bidayuh sangatlah rendah.
Perbedaan
mencolok sangat terlihat jelas ketika membandingkan sesama saudara mereka dari
sub suku Dayak lainnya yang berada di negeri jiran, dan perbedaan-perbedaan
tersebut telah berlangsung sangat lama, sehingga dengan kehadiran rombongan
dari Suku Dayak Bidayuh, yang hadir langsung dalam Pekan Budaya Dayak Nasional
tersebut dapat membuka mata siapa saja, bahwa eksistensi masyarakat adat Dayak
Bidayuh juga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, termasuk
mendorong pembangunan di wilayah mereka yang juga merupakan beranda terdepan
negeri ini tanpa menghilangkan kearifan tradisional yang mereka miliki secara
turun temurun.
Semoga
suatu saat dapat bertemu kembali dengan mereka, walau hanya untuk sekedar
ngobrol tentunya dengan waktu yang lebih banyak………..
Kren......
BalasHapus